"Tidak berlaku Amplop Pelicin Pencairan DIPA"
Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Sumut menegaskan, pihaknya tidak pernah memberlakukan adanya titipan ‘amplop’ sebagai pelicin untuk pencairan DIPA yang dikelola Ditjen Perbendaharaan Sumut untuk daerah, tapi menyalurkan anggaran secara transparan dan sesuai ketentuan dan peraturan yang ada.
Penegasan tersebut diungkapkan Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Sumut Fadallah dalam rapat kerja dengan Komisi C DPRD Sumut, dipimpin Ketua Komisi H Arifin Nainggolan, SH didampingi Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi Mulkan Ritonga dan Rooslynda Marpaung,(25/3) di DPRD Sumut.
“Di Kanwil Ditjen Perbendaharaan tidak ada amplop-amplopan, dalam setiap pembayaran atau pencairan dana pusat melalui Kanwil Ditjen Perbendaharaan Sumut untuk daerah, karena kita juga tidak menerapkan birokraksi yang ketat,” ujar Fadallah.
Dalam rapat yang juga dihadiri anggota Komisi C seperti Irwansyah Damanik, Melizar Latif, Efendi Napitupulu, Eddi Rangkuti, Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Sumut menyebutkan, dalam pembayaran atau pencairan dana pusat untuk Sumut dapat dilakukan di setiap meja pegawai.
Terkait DAK dan DAU Sumut Rp24 triliun, Fadallah menyebutkan jumlahnya sudah maksimal, karena Rp24 triliun itu tidak termasuk kontribusi yang diperoleh Sumut dari PPh (pajak penghasilan), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan BPHTB, karena pembagiannya sudah ada ketentuan. Untuk DAU pembagiannya 1/13, sedangkan untuk DAK pembagiannya 30:30:30:10.
Disebutkannya, DIPA TA 2009 berdasarkan pagu anggaran sebesar Rp12,606 triliun, yang realisasinya mencapai Rp11,777 triliun lebih atau 93,43 persen, terkendala oleh penyerapan dana yang tidak proporsional setiap bulan atau triwulan, sehingga terjadi penumpukan penyerapan pada akhir tahun anggaran yaitu dibulan Desember. Sedangkan pagu anggaran Propsu tahun anggaran 2010 sebesar Rp11,086 triliun, yang realisasinya hingga Februari 2010 baru mencapai Rp623,866 milyar atau 5,63 persen.
Menyangkut kontribusi untuk PAD Sumut, Fadallah berpendapat, Pempropsu bisa menggenjot PAD lewat NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) terhadap tanah dan bangunan di Sumut, terutama lahan perkebunan yang dimiliki Sumut cukup luas, dibanding mengharapkan bagi hasil yang klausulnya tidak ada.
“Perlu dilakukan evaluasi kembali NJOP yang diterapkan selama ini sudah sesuai apa belum. Kalau luas perkebunan di Sumut mencapai 2 jutaan hektar dikali NJOP Rp100.000 per ha, diyakini PBB yang diperoleh bisa mencapai Rp200 milyar per tahun,” ujarnya.
Karena, tambah Fadallah lagi, kalau bagi hasil dari BUMN tipis kemungkinannya, sebab sharing ke Negara dari BUMN hanya 50 persen dari keuntungan setelah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan 50 persen lagi untuk belanja pegawai, operasional dan lainnya.
“Kalau daerah menginginkan bagi hasil, bisa diperjuangkan agar 50 persen untuk pegawai dan operasional BUMN itu dibagi untuk daerah,” ujarnya. (*)